Selasa, 22 Mei 2012

Puisi - MELIDJO dan KAMU

MELIDJO dan KAMU

Aku duduk menghadap melidjo, lampu hijau biru kuning soroti hati. Sepeda tua kenapa kau diam, didepanmu dia membawa keranjang.

Aku duduk menghadap melidjo, gong kendang ketipung nyanyikan hati. Sayur layu kenapa kau menunduk, didepanmu dia membawa kerangjang.

Kesakitan menggetar, merinding perih kebanggaan.
Temaram menggelap, sorak bising pemujaan.

Baju merah keanggunan, suara serak tak terucapkan.
Baju merah keanggunan, keringat melati merindukan.

Melidjo dan keranjang, kau anggun bergoyang.
Melidjo dan keranjang, garis indah yang tak akan terbuang.

For a Year to Come

    Hangat matahari ini memaksaku untuk bangun, hampir saja aku tak mau beranjak dari kasur, untuk terus tidur, untuk tetap nikmati pejaman mata yang tanpa mimpi. Masih pagi, dan hampir saja aku telat untuk kuliah. “Bangsat! Alarm tak berguna! Tak ada yang bangunkanku!”geramku dipagi hari. Cepat-cepat aku mandi untuk hilangin kantuk yang berat.
                Limabelas menit perjalanan, dengan kemacetan dan asap kendaraan yang sudah tak bisa ditampung di kota ini. Gerbang kampus yang megah, yang katanya kampus elit karena. “Bodoh amat! Aku kuliah disini niat untuk mencari ilmu. Masa bodoh kalian kapitalis!”gumam hati seraya aku lewati tikungan untuk parkir motor ini.
                Rambut masih basah, acak-acakan tanpa Gel rambut. Aku biasanya klimis, rambut gaya Mike Ness di Social Distortion. Oh, saya memang anak punk yang modern yang meski terkadang galau, dengan duduk di taman depan Fakultasku. Tanpa rokok tanpa kopi, lidahku sudah lupa rasa dengan dua komposisi yang katanya menakjubkan itu. Handphone ini tak berbunyi, tak ada SMS dan telpon. Bodoh aku, sekarang aku ingat dan saya mendengar kabar bahwa dia sedang pergi ke barat, ke kotanya. Kemana saja aku ini, aku melupakan waktu yang rumit yang mungkin akan membalikkan duniaku dan tak akan membuat hari-hari ini cerah. Tuhan aku harus bagaimana? Lord let me see her face for one last time…
                Teringat kemarin, ketika dia berjalan dengan wangi yang memancing endorphine ini, sore yang buat aku tercengang karena keindahan wajahnya. Tapi aku tak tahu kenapa ini, only the lord knows how she feels. Dengan memandang langit yang biru. “Ini kali terakhirku dengan kata selamat tinggal, aku meninggalkan kota ini and I will miss you boy”dia berkata dengan lirih tapi nyata. Heran, pertama kali ini aku mendengar kata Miss You dari seorang dia. “it is you that  i have always wondered why, girl with a beauty that never goes away”bangganya hati ini dengan kata yang baru aku katakan.

(Bersambung)

Puisi - KAU ITU RINDU

KAU ITU RINDU

Rindu itu siapa?
Aku mengenalnya setelah tahu kau tak menyapa, tak bertanya dan tak bisikkan kata.

Angka berurutan menambah bahwa hari semakin berubah, waktu yang berubah dan kau.

Rindu itu bagaimana?
Seperti hujan, seperti petir, seperti kemarau dan seperti tak bermusim.

Menjelajah berbagai ruang dan sudut, tetapi bentuknya berubah dan sama dan kau.

Rindu itu kenapa? Kenapa ada rindu? Kenapa ada kau? Dan... Kau itu rindu.

Puisi - KAU PASTI TAK PERCAYA

KAU PASTI TAK PERCAYA

Kau pasti tak percaya, sinar itu juga mewarna, diantara ombak yang akan jatuh dari tingginya.

Kau pasti tak percaya, bulan sempurna malu menyapa, pejamkan mata diatas pasir setelah senja.

Kau pasti tak percaya, temanku menggenggam tangan pasangannya, ada yang bernyanyi tentang cinta.

Kau pasti tak percaya, diperapian hangatnya tak juga tiba, tetapi dingin tak terlalu berencana.

Kau pasti tak percaya, hingga pagi semua bersuka bersama, meski akan pulang bersama cahaya.

Tetapi kau dimana, aku ingin menyapa.
Tetapi kau dimana, aku ingin bercerita.
Tetapi kau dimana, hingga seribu waktu pun kau pasti tak percaya.

Puisi - LAGU PALING GALAU SEDUNIA

LAGU PALING GALAU SEDUNIA

Dia tuli ketika aku mendengar.
Dia bisu ketika aku berbicara.
Dia diam ketika aku berjalan.
Dia tidur ketika aku terjaga.

Hingar bingar hanya milik ombak, tawa teman seakan senada.
Sebelum bernyanyi semua diam, termasuk aku juga merasa.

Jika malam itu harapku hanya hujan, biar semua diam kembali ke pelukan.
Angin malam hanya menyapa sebentar, tak terasa rindu ini semakin besar.

Teman-temanku lantang bahagia, karena nyanyiannya mampu membawa tawa.
Kepadaku dengan sorot mata luna, bersama pasir yang tak terhitung habisnya.

Dan lagu yang mencoba bermain di telinga.
Dan lagu mengikat rindu raja yang tak disapa.
Dan lagu yang mereka sebut lagu paling galau sedunia.

Puisi - AKU JUGA KALAKEYA

AKU JUGA KALAKEYA

Aku juga yang tersingkirkan
Aku uga yang tak pernah diperhitungkan
Diluar gedung itu aku berjalan, mandaki, turun, melihat ombak, menyentuh candi, belajar dan mematap langit

Seperti malam ini kita duduk berdekapan, menyentuh tangan seperti kekasih, tapi kita bukan.
Bukan siapa-siapa disini, kalau aku seperti gorila mencari makna-makna tunggal dari semua ilmu dunia.
Seperti malam ini, tentara langit melihat sebuah karya, karya kecil dari kita yang tak terpikirkan dan tak diperhitungkan.

Kekasihku malam ini, kenapa kau ikut aku padahal kau tak tahu aku?
Kekasihku malam ini, kenapa kau mau tertawa padahal aku tak lucu?
Kekasihku malam ini, kenapa kau mau berbagi waktu padahal aku tak memberimu apa-apaku?

Aku juga Kalakeya, bersama gunung, angin, lautan, daratan, rumput dan janji.
Aku juga Kalakeya, bersama dingin, bersama panas, bersama keringat dan bersama cerita nusantara.

Kalakeya
Kalakeya
Kalakeya
Aku juga Kalakeya

(Ranu Kumbolo, 18 Mei 2012)