Kamis, 29 Agustus 2013

Puisi - 29 Awal

Memang seperti yang tua dan tak punya apa apa
Menyapamu saja adalah sebuah keajaiban dan renungan
Memilikimu adalah sebuah proses dan kesempurnaan
Menjagamu adalah sebuah tanggung jawab dan keharusan

Hingga kita bermain di taman yang kita anggap itu inggris
Dengan suara air yang tak berirama namun erotis
Kita percaya untuk menambahkan cerita di negara inggris sebenarnya

Hingga kita menggambar dalam sebuah kanvas yang tak simetris
Berharap tahun depan menggelar pamera berdua yang fantastis
Kita percaya untuk bersama wujudkan itu berdua

Hingga kita selalu bersama dalam berbagai acara yang manis
Kau temani aku selalu dalam pekerjaanku diluar akademis
Kita percaya untuk jadikan itu sebagai penguat asmara

Sampai saat ini hanya itulah yang aku rindu dengan sosokmu

Sabtu, 24 Agustus 2013

Puisi - 29 Pertengahan

Kemudian setelah itu menjadi  hati
Melalui dengan cerita karena kau berfikir kita seakan akan dengan masa yang lama
Aku juga demikian dan terus menjadi hati
Karena ketahuilah aku yang dengan salah mencinta berlebihan yang aku puja

Jika memang duniaku uang keliru
Jika memang caraku tak pernah pantas jadikan satu
Aku kira akan sayang ketika bersama, ternyata aku salah
Aku kira akan rindu ketika berjauhan, ternyata aku salah
Aku kira akan memahami ketika keliru, ternyata aku salah
Aku kira akan ada nasehat ketika khilaf, ternyata aku salah
Aku kira akan ada maaf ketika salah, ternyata aku salah

Ternyata aku salah, itu tak berlaku dalam duniaku
Ternyata aku salah, itu tak sekongkol dengan ceritaku
Ternyata aku salah dan ternyata aku salah

Lihat sekitarmu
Ada juga yang sakit terjatuh
Namun tak sama sepertiku

Puisi - 29 Akhir

Inilah perihal cerita persembahan semesta
Bermula dari pertemuan dan sapaan singkat ketika hari itu
Indahnya malam kala itu memang terasa
Hingga suara bisingpun tak mampu hentikan takjub sedari itu

Benar kasih, inilah yang dinamakan pertemuan sebenarnya
Karena memang seharusnya kau pilih tangan lembut yang berbeda
Meski aku tak akan pernah mengerti kenapa
Beberapa tekanan aku harus memahami
Bermacam nyanyian pelepas rindupun aku harus mengerti

Jika rasa terasa mudah dan tak harus aku pahami
Maka itulah sebenarnya alasan aku membiarkanmu pergi
Hanya saja itu bukanlah kesenangan yang aku sengaja
Namun aku tak ingin engkau berberat rasa

Indah jelas selama berbulan bulan aku menjadikanmu sosok yang terbaik
Melebihi lamunanku semenjak aku yang hanya diam
Semenjak aku yang hanya bungkam
Juga selama aku ketika engkau tak pernah mengenal pelukan ini

Terjadilah dimana waktu memilihmu untuk mengajakku lebih baik
Dengan suara yang selalu menungun untuk menjaga rasa saat itu
Atau memang sebenarnya tak mudah bagi kita untuk berjalan berdua
Karena egois ini yang selalu melebihkanmu

Dan terjadilah dimana waktu memilihmu untuk mengajariku berjalan sendiri
Sulit bagi kaki ini yang telah terbiasa menjadi pasang kakimu ketika berjalan
Atau suara ini ketika kita berandai andai untuk mengikat hati jauh lebih kuat
Karena egois inilah yang selalu menyakitimu

Ketahuilah sekarang aku tetap minyiksamu
Menjadikanmu tetap bermain dalam otak ini dan selalu bersamaku
Menjadikanmu tetap menjadi sosok yang marah ketika aku angkuh
Menjadikanmu tetap menjadi wanita yang akan menyusui anak kembar kita
Menjadikanmu tetap dan selalu ingatkanku akan jadwal pekerjaanku
Bahkan selalu menjadikanmu sosok yang akan mengambilkanku obat disaat sakit

Hingga saat ini aku menyiksamu dalam otakku
Meski bukan mata yang bertemu saat berkeinginan untuk bertukar cincin
Meski bukan air mata yang menetes saat saat mengakui kesalahan
Meski bukan jari tangan yang memegang erat saat berjalan merajah kota
Meski bukan hati yang saling mendoakan agar tetap bersama sampai tua

Engkau masih punya harapan besar untuk menjadi wanita yang baik
Yang lebih baik daripada aku yang tak bisa mengertimu

Dan maaf hingga saat ini aku menyiksamu di dalam otakku

Senin, 19 Agustus 2013

Puisi - Malam Yang Menginginkan

Singkatnya terasa rapuh
Menggugah api dari kedalaman sajak tak bermuara
Hingga esok matahari tetap begini
Menuju dengan porosnya namun sudah berbeda

Seperti malam hari yang lalu
Bertumpu dalam kerinduan penebar asa
Melangkah jauh beribu cahaya purnama tak terasa
Sambaran petir tak secepat berita dari semesta

Engkaulah mulia dalam hati ini yang aku rajut
Dengan banyaknya rasa dari kebanyakan manusia yang terbelai
Tertumpuk rapi dan tertekan oleh kepercayaan yang kuat
Hingga satu kesatuan peristiwa yang sudah ditetapkan

Engkaulah mulia dalam hati ini yang aku tuntut
Bersama puluhan ratusan ekor gagak malapetaka yang kini berdoa
Menuntut aku supaya terus lemah dan tak berdaya
Untuk mati dalam pancaroba kerinduan yang tak akan tersiram

Seterusnya tak akan kenal aku
Seterusnya tak akan teringat akanku
Dan selamanya tumbuhkan harapan untuk kembali kepadamu