Jumat, 30 November 2012

Puisi - KETUJUH


KETUJUH

Meraja di dimensi engkau, dimensi kamu dan dimensimu, dimensi-Mu
Sebagai pangeran pengaku akuan Aku dan aku Ku
Sahaya dan saya ingin menjadi aku dalam Ku Aku bukan sahaya dalam saya
Gersang sahaya dalam saya menjalani jalan di dalam bukan diatas jalan-Mu dalam Ku

Titah cumbuan banyak ciuman serigala hantu sahaya
Titah penampakan Mu Penipu Pemburu Pencari dalam sahaya

Meraja di dimensi kamu, dimensimu dan dimensi engkau, dimensi-Mu
Sebagai idola pengaku akuan Aku dan aku Ku
Ku Aku bukan sahaya dalam saya yang dijadikan aku dalam sahaya dan saya
Subur sahaya dalam saya menjalar jalan di dalam bukan diatas rimbunan-Mu dalam Ku

Cengkraman keenam banyak melekat melekat melekat kulit otot hati sahaya
Cengkraman ketujuh dibentur M Pencari Penipu Pemburu dalam sahaya

Sahaya jadilah aku dalam Ku dalam Mu



(Puisi - KETUJUH. Di publikasikan di dalam KUMBAKARNA Magz Edisi November 2012)

Kamis, 05 Juli 2012

Puisi - DOA UNTUK MAMA

DOA UNTUK MAMA


Dulu kau gadis aku tak tahu
Dengan impian yang tersembunyi di hati
Berlari dan menari pijakkan kaki
Seperti kesatria melihat rindu

Dulu kau wanita aku sedikit tahu
Dengan cinta yang wangi terbawa angin
Berbaring manja dari dengan pelukan ingin
Seperti sambutan untuk raja yang menderu

Sekarang kau wanita aku semakin tahu
Bahwa airmata bersama doa disetiap sujud
Merenung tak ada jengah dari pekerja dibawah kabut
Seperti menimang aku yg mulai tahu siapa kamu

Aku sayang kamu
Seperti aku yang benar benar sayang kamu
Aku rindu kamu
Seperti rinduku yang selalu merindumu
Aku cinta kamu
Seperti cintamu yang benar benar mencintaiku

Hingga tujuh langit do'a ini menggema semesta


Selamat ulang tahun Mama

Minggu, 17 Juni 2012

Ombak Yang Tak Terdengar

-->
OMBAK YANG TAK TERDENGAR

Seperti Beethoven disaat mengatur nada dalam simfoninya, aransemen magis dari seni lantunan lagu yang menjadi karya yang tak tergantikan.  Tapi dia tak bisa mendengar, semua  tak ada nada disekitarnya, kepercayaan diri dari tuntunan semesta. Nada yang hanya terlihat dari gerak manusia, gerak kehidupan dan gerak cinta.
Seperti aku saat ini, meski aku membuka mata tetapi tetap gelap, tetap tak terlihat. Aku butuh lilin, aku butuh lampu ataupun aku butuh bintang. Tak ada suara juga, bagaimana aku mendengar jika hanya gelap yang terlihat? Bagaimana aku melihat, jika tak ada nada yang terdengar. Ini bukan malam, ini bukan dalam penjara bagi tahanan yang tak ada lagi ampunan. Aku dimana? Aku dimana? Aku berada dimana sekarang? Ada cahaya datang…
Pagi ini aku berada dipinggiran pantai yang indah, hari pertama setelah kemarin malam datang untuk melepas semua kesibukan yang membekukan otak. Sembari menghisap rokok dan menyanyi kecil, nadanya mulai membuatku melamun.
“Kita pulang kapan?” Tanya nizal
“Santai aja dulu ya, besok atau lusa. Persediaannya masih banyak khan?” Aku menjawab pertanyaannya yang kagetkanku

Jumat, 15 Juni 2012

Nasib Buruh Lebih Buruk dari Budak

Nasib Buruh Lebih Buruk dari Budak

Hari yang panas dengan tenggorokan yang kering karena hari ini adalah bulan Ramadhan. Kata-kata memeras keringat membanting tulang rasanya sangat cocok dalam suasana Ramadhan yang tertulis di saputangan seorang kuli bangunan, tukang gali sumur, kuli angkut, kuli pelabuhan atau siapa saja yang berprofesi pokok menjadi kuli-kuli swasta yang bekerja untuk membuat asap dapur bisa mengepul dan menjadikan keluarga bisa berbuka bersama

"Wah, kasihan ya pak, tukang itu bekerja sampe segitu beratnya" ujar Lomov sembari menepuk pundak Sprokov.
"Yang Mana?" tanya Sprokov mencari bukti visual dari omongan Lomov.
"Iku lho di bawah! Orang yang gali sumur" tunjuk Lomov ke seorang pria yang berumur setengah baya tanpa baju yang sedang menggali sumur berharap sumber air segera menyembur.
"Oalah... cuman segitu doang," kata Sprokov ketus.
"Lho?! Ngawur kamu, seenak udelmu ngremehin" dengan nada agak tinggi Lomov merespon ucapan Sprokov,

Darah Yang Menahun


DARAH YANG MENAHUN


I triumphed in the face of adversity…
and I became the man I never thought I'd be.
And now my biggest challenge, a thing called love…
I guess I'm not as tough as I thought I was.


Lirik yang aku suka ketika duduk bersandar nikmati beberapa rokok sebelum berangkat untuk suatu perjalanan. Mencumbu udara sembari menyiapkan beberapa pakaianku sebagai ganti selama berkeliling wisata.  Aku adalah mahasiswa sastra semester akhir dan juga seorang penikmat alam dan budaya, aktif dalam UKM Fakultas di kampusku.
Hari ini aku sendiri sudah siap untuk perjalanan ke Gunung Welirang , dataran tinggi yang berada di perbatasan antara Malang dan Mojokerto. Aku berangkat kira-kira jam Sembilan pagi dengan mengendarakan motor bebek kesayangan, motor yang menemaniku setiap perjalanan mbolang. Perjalanan yang sangat membosankan, menjadi diri yang kerdil diantara truk dan bus yang banyak melaju ke Pasuruan dan Surabaya.

“Ah! Kapan aspal ini akan berakhir”. Gumamku dalam hati.

Hingga dalam perjalanan terpaku dengan megahnya Candi Jawi, salah satu bangunan peninggalan Kerajaan Singosari yang mewakili peninggalan kuno pada saat ini. Kokoh menjulang dan mencakar langit, dengan membawa kisah kejayaan pada eranya. Kebanggaan yang tidak ada habisnya ketika aku berdialog dengan bule, manusia yang diagungkan dan di Dewa-dewakan di Kampusku yang hampir mengalahkan Ganesha.

Kamis, 14 Juni 2012

Puisi - MAAF NYONYA


MAAF NYONYA


Maafkan aku nyonya
Aku mengganggumu ketika kau tertawa
Ketika kau bersama nostalgia, ternyata aku bisingkan suara
Ketika hangatnya matahari, aku siram semua hingga dingin terasa

Maafkan aku Nyonya
Aku mengganggumu ketika kau menari
Ketika kau gemulai manja bukan untukku, aku apaksa hingga kau terganggu
Ketika nyanyianmu merdu, nada didalamnya tak ada namaku

Maafkan aku Nyonya, maafkan
Hingga hari ini aku mengganggu, tunggulah esok ketika matahari mulai hangat
Kau akan tersenyum lagi dengan semua nyanyian dan pelukan lain

Maafkan aku Nyonya, maakan
Aku terlalu semangat berusaha mencari balasan, tanpa tahu bagaimana angin mengarahkan
Hingga aku sadar, untuk siapa yang kau inginkan untuk bersandar

Kau bebas lagi, bersama malammu, bersama bintangmu, dan bersama kisahmu yang baru
Terima kasih
Terima kasih ya
Terima kasih ya Nyonya

Sempu, 13 Juni 20120

Bintang dan Lumba-lumba


Bintang dan Lumba-lumba

“Kamu bete?”
            Sapaan itu sadarkan aku yang sekarang sedang menaiki motor. Melamun kejadian mulai hari kemarin hingga berlarut sampai malam ini. Berada diatas motor dengan membonceng seseorang. Ya! Seseorang siapa yang berada dibelakangku ini.
            Diatas motor ini masih teringat suasana sempu dikala pagi, dikala senja sampai larutkan lamunan ke malam yang begitu dingin.
            Kemarin pagi aku, dia dan beberapa teman sudah berkumpul di lapangan parkir kampusku, fun camp yang dirancang menarik hingga akan lupa bahwa minggu depan kita harus berhadapan dengan ujian akhir semester. Mewajibkan diri ini untuk bersenang-senang, tertawa dan berteriak hilangkan kepenatan. Hanya beberapa teman saja yang ikut serta. Ada Fadly, Mithun, Yamani, Muniagara, Nabo, Widya, Saras dan aku. Yang dilihat oleh banyak orang disekitar lapangan parkiran bahwa kita rombongan yang berpasangan. Tidak mungkin, memang Fadly bertunangan dengan Saras, Yamani sudah berpacaran dengan Mithun. Nabo si gadis kecil itu mantanku, namun sekarang dia lebih nyaman berada dipelukan muniagara. Sedangkan aku sekarang bersama siapa, Widyaraga. Dia gadis yang dulu membangunkan aku dari tidur panjang diatas pesakitan, dia yang suruh aku move on dan memoles hati ini. Gadis yang sangat baik bagiku.
            “Sudah siap?” Tanya Muniagara kesemua anak-anak
            “Siap” jawab Yamani dan Nabo
            “tunggu, aku masih pakai jaket” mithun  membalas dengan tergesa-gesa
            “sip” fadly mengacungkan jempol
“ayo berdo’a dulu sebelum berangkat” suruh muniagara
Suasana saat itu hening, khitmat dan begitu damai. Aku melihat Widyaraga menundukkan

Puisi - BINTANG BERNAMA CINTA


BINTANG BERNAMA CINTA

Bintang itu belum bernama
Sepatutnya aku mengerti bahwa semesta telah membukakan pintu
Dari luarpun sangat terlihat bahwa tak ada apa-apa

Bintang itu belum bernama
Sinarnya bersuka berjalan silaukan mata
Tangan ini mencari-cari pegangan untuk hangatnya kemesraan

Bintang itu mulai bernama
Aku sangat senang, aku sangat suka
Seperti semut mencari sesuatu yang manis

Bintang itu mulai bernama
Ketika ombak kecil tambahkan irama, aku rebahkan untuk melihatnya
Yang sebenarnya redup, aku salah mengartikannya

Dan… bintang itu bernama cinta…

                                                                                                                Sempu, 12 juni 2012

Selasa, 22 Mei 2012

Puisi - MELIDJO dan KAMU

MELIDJO dan KAMU

Aku duduk menghadap melidjo, lampu hijau biru kuning soroti hati. Sepeda tua kenapa kau diam, didepanmu dia membawa keranjang.

Aku duduk menghadap melidjo, gong kendang ketipung nyanyikan hati. Sayur layu kenapa kau menunduk, didepanmu dia membawa kerangjang.

Kesakitan menggetar, merinding perih kebanggaan.
Temaram menggelap, sorak bising pemujaan.

Baju merah keanggunan, suara serak tak terucapkan.
Baju merah keanggunan, keringat melati merindukan.

Melidjo dan keranjang, kau anggun bergoyang.
Melidjo dan keranjang, garis indah yang tak akan terbuang.

For a Year to Come

    Hangat matahari ini memaksaku untuk bangun, hampir saja aku tak mau beranjak dari kasur, untuk terus tidur, untuk tetap nikmati pejaman mata yang tanpa mimpi. Masih pagi, dan hampir saja aku telat untuk kuliah. “Bangsat! Alarm tak berguna! Tak ada yang bangunkanku!”geramku dipagi hari. Cepat-cepat aku mandi untuk hilangin kantuk yang berat.
                Limabelas menit perjalanan, dengan kemacetan dan asap kendaraan yang sudah tak bisa ditampung di kota ini. Gerbang kampus yang megah, yang katanya kampus elit karena. “Bodoh amat! Aku kuliah disini niat untuk mencari ilmu. Masa bodoh kalian kapitalis!”gumam hati seraya aku lewati tikungan untuk parkir motor ini.
                Rambut masih basah, acak-acakan tanpa Gel rambut. Aku biasanya klimis, rambut gaya Mike Ness di Social Distortion. Oh, saya memang anak punk yang modern yang meski terkadang galau, dengan duduk di taman depan Fakultasku. Tanpa rokok tanpa kopi, lidahku sudah lupa rasa dengan dua komposisi yang katanya menakjubkan itu. Handphone ini tak berbunyi, tak ada SMS dan telpon. Bodoh aku, sekarang aku ingat dan saya mendengar kabar bahwa dia sedang pergi ke barat, ke kotanya. Kemana saja aku ini, aku melupakan waktu yang rumit yang mungkin akan membalikkan duniaku dan tak akan membuat hari-hari ini cerah. Tuhan aku harus bagaimana? Lord let me see her face for one last time…
                Teringat kemarin, ketika dia berjalan dengan wangi yang memancing endorphine ini, sore yang buat aku tercengang karena keindahan wajahnya. Tapi aku tak tahu kenapa ini, only the lord knows how she feels. Dengan memandang langit yang biru. “Ini kali terakhirku dengan kata selamat tinggal, aku meninggalkan kota ini and I will miss you boy”dia berkata dengan lirih tapi nyata. Heran, pertama kali ini aku mendengar kata Miss You dari seorang dia. “it is you that  i have always wondered why, girl with a beauty that never goes away”bangganya hati ini dengan kata yang baru aku katakan.

(Bersambung)

Puisi - KAU ITU RINDU

KAU ITU RINDU

Rindu itu siapa?
Aku mengenalnya setelah tahu kau tak menyapa, tak bertanya dan tak bisikkan kata.

Angka berurutan menambah bahwa hari semakin berubah, waktu yang berubah dan kau.

Rindu itu bagaimana?
Seperti hujan, seperti petir, seperti kemarau dan seperti tak bermusim.

Menjelajah berbagai ruang dan sudut, tetapi bentuknya berubah dan sama dan kau.

Rindu itu kenapa? Kenapa ada rindu? Kenapa ada kau? Dan... Kau itu rindu.

Puisi - KAU PASTI TAK PERCAYA

KAU PASTI TAK PERCAYA

Kau pasti tak percaya, sinar itu juga mewarna, diantara ombak yang akan jatuh dari tingginya.

Kau pasti tak percaya, bulan sempurna malu menyapa, pejamkan mata diatas pasir setelah senja.

Kau pasti tak percaya, temanku menggenggam tangan pasangannya, ada yang bernyanyi tentang cinta.

Kau pasti tak percaya, diperapian hangatnya tak juga tiba, tetapi dingin tak terlalu berencana.

Kau pasti tak percaya, hingga pagi semua bersuka bersama, meski akan pulang bersama cahaya.

Tetapi kau dimana, aku ingin menyapa.
Tetapi kau dimana, aku ingin bercerita.
Tetapi kau dimana, hingga seribu waktu pun kau pasti tak percaya.

Puisi - LAGU PALING GALAU SEDUNIA

LAGU PALING GALAU SEDUNIA

Dia tuli ketika aku mendengar.
Dia bisu ketika aku berbicara.
Dia diam ketika aku berjalan.
Dia tidur ketika aku terjaga.

Hingar bingar hanya milik ombak, tawa teman seakan senada.
Sebelum bernyanyi semua diam, termasuk aku juga merasa.

Jika malam itu harapku hanya hujan, biar semua diam kembali ke pelukan.
Angin malam hanya menyapa sebentar, tak terasa rindu ini semakin besar.

Teman-temanku lantang bahagia, karena nyanyiannya mampu membawa tawa.
Kepadaku dengan sorot mata luna, bersama pasir yang tak terhitung habisnya.

Dan lagu yang mencoba bermain di telinga.
Dan lagu mengikat rindu raja yang tak disapa.
Dan lagu yang mereka sebut lagu paling galau sedunia.

Puisi - AKU JUGA KALAKEYA

AKU JUGA KALAKEYA

Aku juga yang tersingkirkan
Aku uga yang tak pernah diperhitungkan
Diluar gedung itu aku berjalan, mandaki, turun, melihat ombak, menyentuh candi, belajar dan mematap langit

Seperti malam ini kita duduk berdekapan, menyentuh tangan seperti kekasih, tapi kita bukan.
Bukan siapa-siapa disini, kalau aku seperti gorila mencari makna-makna tunggal dari semua ilmu dunia.
Seperti malam ini, tentara langit melihat sebuah karya, karya kecil dari kita yang tak terpikirkan dan tak diperhitungkan.

Kekasihku malam ini, kenapa kau ikut aku padahal kau tak tahu aku?
Kekasihku malam ini, kenapa kau mau tertawa padahal aku tak lucu?
Kekasihku malam ini, kenapa kau mau berbagi waktu padahal aku tak memberimu apa-apaku?

Aku juga Kalakeya, bersama gunung, angin, lautan, daratan, rumput dan janji.
Aku juga Kalakeya, bersama dingin, bersama panas, bersama keringat dan bersama cerita nusantara.

Kalakeya
Kalakeya
Kalakeya
Aku juga Kalakeya

(Ranu Kumbolo, 18 Mei 2012)

Rabu, 14 Maret 2012

Selamat Berjumpa... Musuh...

Karena hidup adalah aku, bagaimanapun juga aku mencoba menjadi aku dengan segala aku. Aktualisasi pemkikiran, luapan emosi, kreatifitas, sampah, serta perangkat emosi lainnya yang sengaja saya tampilkan dalam konteks yang berbeda, keluar dari pakem yang biasanya banyak orang gunakan. Menginjak kemunafikan, menulis dari kerinduan sosok jujur yang jauh dari sifat pahlawan. Mencoba jujur dari diri ini yang selalu tersingkirkan, dilupakan dan ditekan. Tulisan yang mengikuti waktu, mengikuti mainstream tapi tetap pada jalur yang mungkin kebanyakan orang tak mau lakukan. Yes! Keluar dari zona aman yang aku pikir akan membuatku tak bisa mengeksplorasi emosi dan kreatifitas. Salam rindu dari diri ini