Seperti sore biasanya,
putih awan yang mulai membaur bergradasi dengan jingga, matahari yang ingin
tertidur, sudut kota dengan dinginnya yang sangat serasi untuk memesan bir di
Serdtse (nama bar kecil didaerah Nizhny Novgorod).
“aku tadi mendapat pesan
singkat dari Elka” ujar Lomov.
“temanmu yang juga
illustrator itu? Bagaimana kabarnya?” tanya Sprokov.
“Right! Keadaan fisiknya
sih baik-baik saja, namun bertolak belakang dengan psikis. He is totally in his
own pinky side” jelas Lomov setelah
menenggak bir.
“I cannot explain more than
what Abraham Maslow have already said” terang Lomov lagi.
“Ah! Cukuplah kau sebagai
pemikir. Thinker is extremely suck! Hahaha…” goda Sprokov seraya mengangkat
botol birnya.
“Damn!!! Lover like you
only a lover. Yippy, lonely Lover” ejek Lomov menggoyangkan botol birnya.
“oh Shakespeare, why are
you writing Sonnet too much. Ah, kehidupan pujangga seperti inilah. Fiuwiit….” Siul
Sprokov ketika melihat wanita melintas dihadapannya. “Tahukah kamu? Pinky Side si Elka yang kau bilang tadi
tak akan berjalan juga dengan apa yang kau telah jelaskan tentang teori Abraham
Maslow ke dia. Ketahuilah, jarak otak dan hati itu jauh, sangat jauh sekali. Kita
analogikan! Lihatlah botol bir ini! Dalam kasusnya antara otak dan hati. Dengan
otak, kamu bisa mengukur semua yang kamu lihat. Massa, volume, formula dan
berat jenis” jelas Sprokov
“benar sekali” singkat
Lomov
“bagaimana dengan rasa? Rasa
itu perkara hati. Gunakan logikamu, wahai sang pemikir” tanya Sprokov
“hmmm… masih bisa! Mengukur
tingkat kepahitannya!” tegas Lomov
“benar sekali, karena ini
bukan rasa tentang apa yang ada didalam hati. Karena masih memakai otak, semua
bisa diukur” santai Sprokov
“terus bagian apa yang
ada dalam bir ini yang mencerminkan hati” Lomov bertanya penasaran
“minumlah” suruh Sprokov
“apa? Bir ini?” tanya
Lomov dan kemudian meminumnya setelah anggukan Sprokov
“sudah. Lantas?”
penasaran lagi Lomov
“rasakan, bukan pahitnya,
bukan juga rasa gandumnya, rasakan lagi. Kemudian… aku mau tanya… kenapa kamu
meminum bir itu?” tanya balik Sprokov
“kenapa ya! Hmm… karena
aku suka dengan bir” yakin Lomov
“kenapa kamu suka?” senyum
Sprokov
“hmmm… kenapa ya… ya
memang suka saja” bingung Lomov
“jawaban yang tolol
sebagai pemikir sepertimu. Jawaban yang tidak menjawab. Hahahahaha” tawa
Sprokov. “ayo pulang” ajak Sprokov kemudian berdiri
“eh ini belum habis”
gelisah Lomov
Sore yang dingin sekali,
salju yang tak terlalu lebat namun siapa yang keluar rumah memang sewajarnya
memakai pakaian berlapis-lapis. Mereka berdua berjalan disepanjang trotoar,
menghisap rokok, dan melanjutkan perbincangan yang belum selesai.
“teori itu ada kalanya
benar dan terkadang juga tidak bisa diharapkan atau digeneralisasikan ke semua
orang. Kita hidup engga selamanya berjalan dengan logika. Semua logika itu
melahirkan asumsi-asumsi yang terus menjebak kita untuk bergerak” ucap Sprokov
“contoh kasus si Elka,
dia sekarang dalam posisi sedang jatuh cinta. Kemudian wanita yang dicintainya
adalah seorang musisi terkenal. Benar khan?” tanya Lomov
“maksudmu seorang
vokalis?” jelas Lomov
“apalah itu, yang jelas
wanita itu seorang yang famous. Menurut Abraham Maslow, What a man can be, he
must be. Nah kelirunya, dalam teori ini orang tidak mengenal apa yang disebut
merasakan. Apa yang dilakukan ELka menurutku benar sekali, dia diam dan sadar
diri dimana wanita itu sedang dalam popularitasnya. Karena Elka menggunakan
hatinya, dia tahu bagaimana kapasitas dia, dan siapa diri dia sebenarnya. Jika dia
mengikuti teori Maslow, otomatis dia akan bangkit menerjang standar kapasitas
dirinya. Kebenarannya mungkin terletak didalam Self Actualization saja, he must
be fulfilling personal potential, tapi ini yang rada rawan” menggebu-gebu Sprokov
menjelaskannya.
“bukannya itu bagus? Kita
mengembangkan bakat kita sendiri?” tanya Lomov
“Tanpa sadar terkadang
ini yang membuat orang terjebak, orang akan dengan sengaja merombak dirinya
hingga lupa saiapa akan dirinya” jelas Sprokov
“jelas Elka benar,dia
tidak memaksakan dirinya untuk mendekati Vokalis itu. Dia tahu siapa saja yang
akan mendekati wanita itu, seperti apa perjuangan orang lain yang potensinya
jauh diatas Elka” tambah Sprokov dengan menatap Lomov
“katakn kepadanya, cara
Elka sekarang sangatlah bagus. Jangan putus asa, kasi dia cara.” Ucap Sprokov
“bagaimana caranya?”
tanya Lomov penasaran
“hmm.. bilang kepadanya. Percayalah
dengan apa yang disebut dengan doa” senyum Sprokov
Kemudian mereka sampai di
tempat untuk menunggu Tramp. Sembari menghisap dan menghabiskan rokoknya,
mereka menunggu kedatangan tramp. Sore yang begitu dingin, begitu berarti untuk
Lomov saat itu.
“baiklah aku akan katakana
kepadanya” yakin Lomov
“hhahahahahaha kenapa
pemikir logika sepertimu percaya hal yang tidak kasat mata?” tawa Sprokov
“lhoo” heran Lomov
Tramp sudah datang,
saatnya mereka kembali ke apartemen.
“ayo naik. Tapi… aku juga mengagumi vokalis kok”ucap Sprokov
“hahahahahahahahaha” tawa
mereka berdua
0 komentar:
Posting Komentar