Kamis, 14 Juni 2012

Bintang dan Lumba-lumba


Bintang dan Lumba-lumba

“Kamu bete?”
            Sapaan itu sadarkan aku yang sekarang sedang menaiki motor. Melamun kejadian mulai hari kemarin hingga berlarut sampai malam ini. Berada diatas motor dengan membonceng seseorang. Ya! Seseorang siapa yang berada dibelakangku ini.
            Diatas motor ini masih teringat suasana sempu dikala pagi, dikala senja sampai larutkan lamunan ke malam yang begitu dingin.
            Kemarin pagi aku, dia dan beberapa teman sudah berkumpul di lapangan parkir kampusku, fun camp yang dirancang menarik hingga akan lupa bahwa minggu depan kita harus berhadapan dengan ujian akhir semester. Mewajibkan diri ini untuk bersenang-senang, tertawa dan berteriak hilangkan kepenatan. Hanya beberapa teman saja yang ikut serta. Ada Fadly, Mithun, Yamani, Muniagara, Nabo, Widya, Saras dan aku. Yang dilihat oleh banyak orang disekitar lapangan parkiran bahwa kita rombongan yang berpasangan. Tidak mungkin, memang Fadly bertunangan dengan Saras, Yamani sudah berpacaran dengan Mithun. Nabo si gadis kecil itu mantanku, namun sekarang dia lebih nyaman berada dipelukan muniagara. Sedangkan aku sekarang bersama siapa, Widyaraga. Dia gadis yang dulu membangunkan aku dari tidur panjang diatas pesakitan, dia yang suruh aku move on dan memoles hati ini. Gadis yang sangat baik bagiku.
            “Sudah siap?” Tanya Muniagara kesemua anak-anak
            “Siap” jawab Yamani dan Nabo
            “tunggu, aku masih pakai jaket” mithun  membalas dengan tergesa-gesa
            “sip” fadly mengacungkan jempol
“ayo berdo’a dulu sebelum berangkat” suruh muniagara
Suasana saat itu hening, khitmat dan begitu damai. Aku melihat Widyaraga menundukkan
kepalanya, saling menggenggam erat telapaknya berdo’a. suasana merah muda ada pada pagi itu, melihatnya berdo’a yang mungkin hanyutkan nyanyian Aphrodite yang sedang memetik harpha. Tak ada suara bising yang mengganggu panjatan do’anya. Sungguh momen yang langka bagiku karena kau tak pernah tahu disaat dia sedang berada di rumahnya ataupun di gereja. Hingga aku tutup mata ini untuk berdo’a juga, mendo’akannya juga untuk selalu dalam lindungan-Nya.
“Bismillah” bacaku dalam hati
Kumulai nyalakan motor dan bersiap berangkat ke Pulau Sempu yang sudah kita semua rencanakan.
“Kamu kuat bawakan tas carrierku yang besar ini?” tanyaku
“Hmmmm…. Kayanya kuat, aku khan wanita yang kuat” Jawab Widyaraga
Wanita Kuat? Kata-kata yang jarang sekali dia ucapkan. Setahuku dia selalu sedih disaat sesi curhat kepadaku. Menceritakan laki-laki yang disukanya, cerita yang membuat kuping ini gatal menolak suaranya. Ya! Karena aku memang tak suka mendengar cerita tentang seseorang yang dia suka. Mungkin seperti gorilla yang tertimpa iklan baliho yang sangat besar. Sakit dan beban.
“yawislah kalau kuat, ntar kalau engga kuat bilang ya” nadaku lembut
“iya iya pasti” jawabnya agak ketus
Motor sudah panas dan siap berjalan. Hingga keluar dari kampusku suasana masih sedikit mendung, khawatir disana akan hujan. Perjalanan dengan optimis bahwa cuaca akan selalu mendukung perjalanan aku dan teman-teman semuanya. Hingga pos pertama kita beristirahat, didepan PT. Pindad Turen, pabrik yang  menghasilkan bahan-bahan perang yang asli kepunyaan negaraku. Tapi miris militer Indonesia masih suka impor persenjataan dari Negara asing.
“Capek?” tanyaku
“engga, sedikit pegel aja” Jawab Widyaraga
“Udah ntar biar aku aja yang bawa, kamu bawa tas yang kecil aja” pintaku
“engga usah. Engga usah, aku masih kuat kok” sedikit meninggi nadanya
“Istirahat sebentar dulu ya rek” Muniagara menginfokan
“Ok” Jawab Fadly
Hampir setengah jam kita beristirahat, merokok, minum dan makan cemilan yang kita bawa buat bekal.
“Aku lagi dapet” Widyaraga bicara
“ha?” heranku
“Iya aku lagi dapet ini. Gimana dong?” takut dia
“nabo! Sini” panggilku kepada nabo
“iya apa apa apa apa?” jawabnya dengan sedikit ekspresi yang selalu buatku gemas
“Halah! Kamu itu ngapain ae” ketusku
“Hahahahaha… gemes ya?”
“ada apa?” sambungnya
“Ini, si Nyonya lagi dapet” kataku
“hahahahaha… trus?”
“engga apa-apa kok, aku lagi dapet juga. Hahaha” jawabnya santai
“kamu itu selalu nyebelin. Sudah sana ajak dia beli pembalut terus ganti” suruhku
“udah engga usah beli, aku udah bawa” potong Widyaraga
“Udah aku siapin kok, aku sudah memprediksikan kalo bakal kaya gini” Sambungnya
Aku melihatnya begitu ketakutan, mungkin sebelumnya dia tahu bahwa jika sedang datang bulan tidak disarankan untuk pergi ke Pulau Sempu.
“udah engga apa-apa, jangan khawatir engga bisa masuk Pulau itu. Insyaallah engga bakal ada apa-apa kok” ku coba tenangkan dia.
Kemudian dia bersama Nabo pergi mencari kamar mandi. Dan aku juga sempat khawatir kemana mereka akan mencari tempat untuk bersih-bersih. Sudahlah, semoga mereka lekas menemukan tempat.
“mau kemana mereka Mas” Tanya Mithun
“itu mbakmu bingung cari tempat buat bersih-bersih” jawabku
“Mbakku? Siapa?”selidik dia
“Mbak Widyaraga” jawabku lagi
“Mbak dari mana? Atau….” Heran dia
Memang Mithun gadis yang punya penyakit asma ini sudah aku anggap sebagai adikku sendiri, kedekatan yang sudah seperti saudara kandung.
“Mas suka sama Mbak Widyaraga?” Tanya dia
“Hmmmmmm…” diamku
“Engga apa-apa, ngomong aja. Toh pasti bakal adik restui, Mbak Widyaraga itu baik kok”senyum dia
“udah-udah, kamu masih kecil tahu apa!” sedikit malu aku menjawab pertanyaannya
“Cieeeee…. Masku sukaa Mbbb…..” segera aku sumpal mulutnya pakai tangan ini
“embbbb…” Mithun kesulitan bicara
“jangan sampai tahu anak-anak, aku malu” Bisikku
Suara Mithun saat itu lantang tapi aku tahan, hingga semua teman-teman menolehkan pandangannya ke kita.
“Heh! Kalian itu ngapain aja” Tanya yamani
“kaya mau memperkosa aja kamu itu” Sambung yamani kepadaku
“heehehehe… ini lho Mithun ada-ada aja” sambil aku bekap mithun
“Tak lepasin tapi janji engga usah bilang-bilang” bisikku
Akhirnya Mithun mengangguk. Setelah aku lepaskan dia terus berlari ke Yamani, kemudian berbalik terus mengejekku. Akhirnya dia membisikkan sesuatu ke Yamani. Aku tahu dia bakal memberitahu Yamani.
“Kejar terus Bro!” support Yamani
“Hehehehehe” Bingungku dengan menggaruk-garukkan kepala
Beberapa menit kemudian nabo dan Widyaraga kembali ketempat kita berkumpul dengan menenteng tas kresek yang mungkin didalamnya ada celana dalam.
“udah bersih?” tanyaku
“he’em” singkatnya
Akhirnya kita putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Suasana pedesaan Turen yang damai jauh dari hingar- bingar kota malang. Diperjalanan suasana measih seperti biasa, sedikit ajakan bicara dan masih focus dengan jalan yang sedikit berlubang dan banyak tikungan tajam. Seperti membawa tanggung jawab besar membonceng seorang putri untuk selalu tetap utuh hingga pulang.
Sekitar dua jam perjalanan, kita sampai ke pantai sendang biru. Terlihat banyak kapal-kapal pencari ikan, dengan banyak nelayan yang sedang melakukan pekerjaannya. Suasana siang itu sangat panas. Hingga kulit sulit untuk kering dari keringat.
“semuanya istirahat dulu. Biar aku sama Muniagara mengurus administrasinya” kataku
“Iya istirahat dulu, bokongku udah panas” jawab Nabo
Akhirnya sekitar duapuluh menit aku dan Muniagara selesai mengurusi persyaratan dan administrasi yang sedikit ribet. Kemudian semua motor kita parkir untuk bermalam. Pulau Sempu harus kita labuh menyebrang dengan kapal perahu yang disewakan oleh warga sekitar. Dan kita sudah memesan kapal yang kita telpon sebelumnya.
Singkat waktu kita sudah berada diatas kapal. Berharap Baruna Dewa laut sedang berada dipihak kita, tak ada ombak yang nakal dan tak ada juga kapal perahu yang terguling. Didalam hati semua berdo’a atas keselamatan.
“Ada lumba-lumba” tunjuk Nabo
“Mana?” Sahut widyaraga dan Saras
“itu itu itu itu” tunjuk Nabo lagi dengan Nada sok imutnya
“Iya Bagus” heran Saras
“Kok ada lumba-lumba disini ya?” imbuhnya
“ini khan samudera sayang. Memang aku hadirkan lumba-lumba ini untukmu” gombal Fadly
“Nah, sudah saya bilang khan kalo mulutnya licin?” olokku ke Fadly
“hahahaha” satu kapal tertawa
“Lumba-lumbanya bagus ya?” bicara Widyaraga kepadaku
“Iya, melambangkan kedamaian dan rasa cinta” jawabku
“apa benar?” selidik Widyaraga
“Iya memang benar. Banyak semiotika untuk hewan”
“aku kasih contoh” terangku
 Harimau melambangkan kegigihan dan keberanian dalam bertempur dan kekuatan seorang pria. Dalam militer, harimau biasanya adalah simbol kedua tertinggi setelah simbol singa. Singa adalah simbol keberanian luar biasa, kekuatan dan kepemimpinan. Dianggap sebagai hewan yang memiliki kekuatan, kecepatan, dan keberanian yang sempurna, simbol singa seringkali dipakai oleh pangkat-pangkat tertinggi seperti raja, kaisar, dan jendral. Burung hantu melambangkan kewaspadaan, kesabaran dan kebijaksanaan. Sebagai predator yang aktif pada malam hari, burung hantu juga sering dikaitkan dengan kekuatan sihir dan spiritual. Dipercaya, wajah burung hantu yang selalu kelihatan serius menjadi alasan utama mengapa burung hantu menjadi simbol kebijaksanaan. Hiu adalah simbol dari teror dan kekerasan. Para pelaut di daerah barat, mengganggap hiu sebagai predator terkuat dan menggunakannya sebagai tato sebagai pembuktian tidak adanya rasa takut terhadap kematian dan hiu itu sendiri. Elang adalah simbol kecepatan, wawasan, kreativitas, dan keseimbangan atara kekuatan dan keanggunannya. Orang-orang menganggap elang adalah eksistensi yang tertinggi di udara, sama seperti singa yang dianggap sebagai raja di daratan.
Aku terangkan semua kepadanya. Aku melihat dia menyimak dengan penuh rasa ingin tahu dengan semiotika tentang hewan.
“begitu juga dengan lumba-lumba. Lumba-lumba melambangkan penyelamatan, kedamaian dan rasa cinta. Pada masa yunani kuno, lumba-lumba di anggap sebagai simbol perlindungan dan pedoman. Mereka percaya bahwa lumba-lumba yang berenang bersamaan dengan kapal-kapal pelaut adalah utusan dari dewa untuk membimbing mereka dalam sebuah perjalanan” imbuhku terakhir
“kalau kamu milih apa?” sambung Widyaraga
“aku memilih kamu sebenarnya” tetapi itu suara hatiku yang sukar untuk terucap
“pilih apa aja boleh, hehehe” gurauku
“wuuuhh” cemberutnya
Akhirnya kita sampai ke Pulau Sempu setelah berlayar sekitar limabelas menit. Setelah turun dari kapal, kita mulai berjalan melewati hutan bakau, mangga hutan dan beberapa akar-akaran liar. Perjalanan yang akan memakan waktu hingga dua jam lebih.
Mujniagara, Nabo, Yamani dan Mithun sudah berada di depan. Fadly dan Saras menikmati perjalanan dengan kemesraan, mereka ada jauh di depanku. Benar, aku berada dibelakang bersama Widyaraga. Tak ada sesuatu hal yang romantis hingga ada kejadian bahwa Widyaraga hamper terpeleset jatuh. Reflek aku memegang tangannya.
“kamu engga apa-apa?”
“ada yang sakit?” imbuhku
“engga apa-apa kok” jawabnya
“sudah, istirahat dulu sini. Ini minum dulu” aku berikan dia minuman
“masih jauh ya?” Tanya dia setelah minum
“Sebentar lagi sampai, setengah jam lagi” ku yakinkan dia
“santai, istirahat dulu” sambungku
“anak-anak jauh didepan ya? Aku takut, ntar ada harimau gimana?” sigapnya
“kenapa harus takut? Aman kok disini” jawabku
Sudah aku persiapkan diri ini, ibarat laki-laki super lemah yang berlagak superhero. Padahal aku sama kucing saja takut, apalagi sama hewan-hewan liar dihutan. Mungkin jika sebentar lagi tertekan, aku bakal butuh bantuan Siwa dengan ilmu Bhairawatantranya. Atau Rahwana idolaku dengan rawaronteknya. Tapi untukmu, aku akan menjadi aku dengan segala aku untuk menjagamu.
“bagaimana? Sudah mulai berkurang capeknya? Sini aku bawakan tas kamu” pintaku
“aku kuat kok! Aku masih kuat” jawabnya meyakinkan
“baiklah, ayo teruskan lagi perjalanannya” ajakku
Akhirnya kita memulai perjalanan. Kulihat dia berusaha terus untuk kuat dalam perjalanan. Garis wajahnya tipe pekerja keras dan tak tergambar bahwa sebenarnya dia mudah galau. Keringat banyak didahinya. Hingga apa yang terjadi, dia inginkan tanganku untuk menuntunnya. Sepanjang jalan kita bergandeng tangan, seperti lagu diera orang tuaku. Senang dalam perjalanan hilangkan letihnya selama perjalanan. Dan pada akhirnnya kita sampai ditujuan, di segara anakan.
Para wanita termasuk Widyaraga sedang beristirahat, kita laki-laki membangun tenda untuk peristirahatan malam. Setelah tenda berdiri, kita memasukkan barang-barang. Hingga senja berganti menjadi malam.
Malam sudah olesi mata kita, bahwa gelap menyapa dengan jutaan bintang berantakan tak berbentuk tetapi tetap saja indah dipandang. Akhirnya kita semua duduk melingkar didepan tenda, bersama api unggun, bersama kemesraan, bersama kehangatan romansa dan bersama ingin bagiku untuk seperti mereka. Aku lihat Widyaraga tersenyum dengan melihat bintang- bintang hiasi semesta, aku tahu dialah pemuja bintang.
“bintangnya bagus sekali ya?” tanyaku
“bagiku, bintang selalu bagus, selalu indah dan sangat menarik” jawabnya tanpa toleh aku
“tak ada yang bisa menggantikan indahnya bintang” imbuhnya
“apa aku tak bisa menggantikannya?” bicaraku dalam hati
“tak ada yang bisa” dia berkata seakan tahu jika aku mengharapkannya
“sudah malam aku mau istirahat dulu ya” pamitnya
“selamat istirahat ya…” jawabku
“…malaikat kecilku” imbuhku dalam hati
Suasana hening, tak ada dia. Hanya beberapa teman yang masih ucapkan janji untuk setia dan janji untuk mengubur duka. Aku iri, hingga aku putuskan mengambil buku didalam tasku untuk membuta puisi. Puisi itu bertuliskan…
BINTANG BERNAMA CINTA
Bintang itu belum bernama
Sepatutnya aku mengerti bahwa semesta telah membukakan pintu
Dari luarpun sangat terlihat bahwa tak ada apa-apa

Bintang itu belum bernama
Sinarnya bersuka berjalan silaukan mata
Tangan ini mencari-cari pegangan untuk hangatnya kemesraan

Bintang itu mulai bernama
Aku sangat senang, aku sangat suka
Seperti semut mencari sesuatu yang manis

Bintang itu mulai bernama
Ketika ombak kecil tambahkan irama, aku rebahkan untuk melihatnya
Yang sebenarnya redup, aku salah mengartikannya

Dan… bintang itu bernama cinta…
                                                                                    Sempu, 12 juni 2012

Hingga aku tulis satu puisi lagi, kemudian aku tertidur di atas pasir beralaskan sarung yang malah aku buat tidur, tidak ku buat sholat. Lelap, lelap dan tak ada mimpi selain sebelumnya mendoakan dia agar tak ada mimpi buruk dalam tidurnya.
Pagiku terbangun dengan matahari yang aku suka, hangatnya terasa. Seandainya dia juga merasakan matahari, merasahan hangatnya hati ini, dan merasakan bagaimana saya bernostalgia bersama cinta kepadamu disetiap malamku.
Para wanita semuanya sudah berada di pantaik, bermain air laut, gembira dan tertawa. Aku melihatnya seperti keceriaan anak TK tanpa ada beban dan tak mengerti dosa. Semuanya murni, semuanya mengalir seperti do’a ibu kepada anaknya.
“Ini susu coklatnya sudah dibuatkan, kamu khan engga minum kopi” ucap Fadly
“terima kasih ya?” jawabku
“Jangan berterima kasih ke Fadly woy, terima kasih sama yang buatin dong” sambung Yamani
“siapa?” tanyaku
“Mbaknya Mithun. Cieee…” terus Yamani
“ehem! Ehem!” sahut Muniagara
“Yaelaaahhh” Heran Fadly
“Yaaa Widyaraga tersayang dong” goda Yamani
“Hahahahaha… Bangsat kalian!” senangku
Menjelang siang, kita para laki-laki menceburkan diri ke laut, berenang, berjemur kemudian berenang lagi. Kita piker sudah cukup untuk berbasah ria, kita sudahi kemudian mengemas barang-barang. Setelah itu sore harinya kita berencana untuk pulang. Semua barang sudah beres dan tak ada yang kita piker ketinggalan, kita semua bergegas untuk jalan pulang.
Diperjalanan seperti keberangakatan, dengan medan yang licin dan pohon berakar liar kita harus lewati untuk mencapai dermaga penjemputan. Posisi perjalanan mirip waktu berangkat, namun Nabo sudah mulai manja hingga dia di gendong sama Muniagara, seperti saat itu waktu pulang dari MTD. Aku tetap berada paling belakang bersama Widyaraga.
“kenapa bintang kok selalu bagus ya?” tiba-tiba dia bertanya
“ya, bagaimanapun juga kita tak bisa menandingi ciptaanNya” jawabku
“aku suka bintang” girang dia
“kalau suka bintang, tahu arti bintang engga?” tanyaku
“hmm… apa yaaa? Faith?” jawabnya
“kurang tepat” senyumku
“Love? Beauty? Miss?” terus dia
“banyak arti tentang bintang” jelasku
Bagi para Ilmuwan, bintang adalah benda langit yang bersinar karena reaktor nuklir didalamnya. Atom-atom digabungkan hingga memuntahkan energi dan membuatnya memancarkan cahaya juga energi ke planet-planet disekitarnya. Bagi para pujangga, bintang adalah jutaan makna. Penghibur sekaligus pemberi harapan. Teman bagi mereka yang sendiri juga saksi untuk mereka yang bercinta. Bagi para tentara, bintang adalah obsesi. Bintang adalah harga diri tertinggi. Bintang adalah kilau yang harus diraih. Bintang adalah harkat juga martabat. Bintang adalah kekuasaan.
Top of Form
Bottom of Form
 “dan bagiku adalah Hope” jawabku
“Bintang adalah harapan” imbuhku
“seperti para nelayan ya, dengan bintang mereka berharap bisa pulang. Seperti petani, dengan bintang mereka tahu kapan panen dan menanam” tambahnya
“cerdas, benar sekali” pujiku
Perjalanan yang penuh dengan pembelajaran, dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tahu semakin bertambah pengetahuan akan ilmu.
“kemarin disini lho kita bergandeng tangan dengan lamanya” kuberanikan untuk menggodanya
“kemaren ya kemaren, sekarang ya sekarang. Beda khan?” jawabnya
Kemudian menjadi hening, dengan ketakutan bahwa suasana akan berubah tak ramah lagi. Tapi diperjalanan itu aku pasrah, dengan tak ada bahan lagi yang harus dibanggakan, yang ada hanya bagaimana aku harus menjaga dia di alam bebas.
Alhasil kita sudah sampai di dermaga penjemputan, sekitar setengah jam kita menunggu kapal untuk menjemput. Kapal datang kita langsung berangkat meninggalkan Pulau Sempu. Ada hiburan diatas kapal, bahwa nelayan yang merangkap sebagai nahkoda kpal perahu yang kita naiki mirip teman kami yang bernama Haris Sule. Semuanya tertawa diatas kapal. Akhirnya kita sampai di dermaga sendang biru. Kita turun dan bersiap untuk pulang.
Diperjalanan seperti perjalanan sebelumnya, sedikit bicara dan berkonsentrasi dengan banyaknya tikungan tajam. Akhirnya disetengah perjalanan ad apembicaraan.
“kenapa kamu suka aku?” Tanya Widyaraga
“Ha?”
“kenapa? Engga boleh?” kuberanikan untuk menjawabnya
“engga gitu, aneh aja buatku. Padahal kita berteman” tuturnya
“apa kita harus musuhan?” jawabku singkat
“ya engga gitu, aneh aja bagiku. Padaahal dulu kamu deket sama Nabo, tapi kamu kok bisa suka sama aku” jelas dia
“terus dulu siapa yang suruh aku move on ketika aku jatuh? Ketika Nabo selingkuh?”tanyaku
“aku” singkatnya
“iya kamu khan? Terus kenapa kalau aku suka sama kamu” serius kubertanya
“aneh aja buatku. Aku engga pernah sebelumnya kaya gini. Maksudku, aku engga pernah ada cinta dimulai dari pertemanan” ungkapnya
“terus kenapa kalau begini? Apa aku harus engga kenal lebih dulu?” jelasku
“ya engga gitu juga sih, aneh aja buatku”
“aku masih ingin istirahat, aku engga mau nyakitin orang lagi, aku engga mau ngasi harapan ke orang. Aku capek, aku ingin istirahat. Aku ingin istirahatkan hati ini” jelasnya lanjut
“ya jika itu idealism, aku jalani aja ini semua. Aku engga mau memaksa, aku santai aja kok suka sama kamu. Aku tak pernah meminta untuk membalas sayang ini. Ini sudah cukup obtain kekecewaanku, I am broken hearted since 2001” imbuhku
Perjalanan hening tak ada suara selain motor ini dan beberapa truk yang menyalip. Tak ada suara selain angin yang terhempas.
“Kamu bete?”
“Kamu bete ya?” Tanya dia
“Kamu bete El?” Tanyanya lagi
“Engga kok” jawabku menoleh dan menggelengkan kepala.
Terus hening hingga perjalanan sampai di depan gang rumahnya, entah kenapa aku tak bisa mengantarkan tepat didepan pintu rumahnya. Ada hal apa aku engga ngerti, sangat jauh nalar ini untuk berfikir.
“Widyaraga… Jika suatu saat ada seseorang yang sayang sama kamu, jangan tanyakan kenapa dia sayang sama kamu. Tapi… tanyakan untuk apa dia sayang kepadamu. Terimakasih ya, jaga diri baik-baik” sedihku mengucapkan perpisahan
Hingga hari selanjutnya bahwa Bintang dan Lumba-lumba adalah kesatuan romansa, hingga menunggu batu intan untuk keabadian cinta dan janji yang mengikat cinta.

0 komentar:

Posting Komentar